IQNA

Metode Pendidikan Para Nabi; Nuh (as)/ 34

Kebangkitan Hati Nurani dalam Siroh Nabi Nuh

16:42 - November 05, 2023
Berita ID: 3479165
TEHERAN (IQNA) - Selain tubuh dan bentuk lahiriah ini, manusia memiliki hakikat batin yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan dan kemajuanan menuju tingkat yang lebih tinggi.

Salah satu ciri batin manusia adalah memiliki hati nuraninya. Hati nurani membantu seseorang untuk membedakan perbuatan baik dan buruk tanpa bimbingan dari luar, dan jika seseorang berada di jalan yang salah, ia dihukum oleh hati nurani dan kembali ke jalan hidup yang sehat.

Di antara metode pendidikan yang biasanya memberikan dampak positif bagi manusia dan menimbulkan perbaikan diri manusia adalah metode kebangkitan hati nurani. Memperhatikan hakikat manusia dan untuk apa ia datang ke dunia ini serta apa yang ada sebelumnya mempunyai peranan penting dalam pendidikan manusia. Ketika seseorang menyadari fakta-fakta ini, jelaslah bahwa dia menyesali dan mengoreksi dirinya sendiri atas banyak kelalaian dan tindakan salah di masa lalu yang biasa dia lakukan. Sejatinya, dalam metode ini, pelatih (pendidik) mempunyai tugas untuk mengingatkannya akan kebenaran dan kesempurnaan yang bisa diperoleh anak didik, agar hati nuraninya yang tertidur terbangun.

Pengaruh metode ini terhadap kemajuan seseorang tidak dapat disangkal. Oleh karena itu, Allah swt, satu-satunya guru dan Tuhan semesta, telah menggunakan cara ini. Jika kita mencermati ayat-ayat Alquran, kita akan menemukan banyak ayat yang mencoba memperingatkan manusia. Allah berkisah mulai dari benih manusia hingga penciptaan tujuh langit untuk mengingatkan manusia agar tidak melupakan betapa lemah dan miskin dirinya di hadapan Tuhan. Dia mengulangi hal yang sama dalam beberapa ayat untuk menunjukkan pentingnya masalah ini bagi masyarakat.

Nabi Nuh (as) tidak segan-segan menggunakan cara ini untuk membimbing umatnya. Dalam surah yang dinamai dengan namanya, ia menceritakan nikmat Tuhan berkali-kali untuk membangkitkan hati nurani mereka, namun kaumnya hanya mengingkarinya. Nabi Nuh (as) mengatakan:

مَا لَکُمْ لا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا وَقَدْ خَلَقَکُمْ أَطْوَارًا  أَلَمْ تَرَوْا کَیْفَ خَلَقَ اللَّهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا  وَجَعَلَ الْقَمَرَ فِیهِنَّ نُورًا وَجَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا وَاللَّهُ أَنْبَتَکُمْ مِنَ الأرْضِ نَبَاتًا  ثُمَّ یُعِیدُکُمْ فِیهَا وَیُخْرِجُکُمْ إِخْرَاجًا وَاللَّهُ جَعَلَ لَکُمُ الأرْضَ بِسَاطًا لِتَسْلُکُوا مِنْهَا سُبُلا فِجَاجًا

Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu". (QS. Nuh: 13-20)

Nabi Nuh mula-mula menyalahkan umatnya dengan satu kalimat. Lebih lanjut, ia menyebutkan nikmat-nikmat yang menyadarkan audiensnya akan kelemahan dan ketidakmampuannya. Karena sekuat apa pun kekuatan yang dimiliki seseorang, ia tidak dapat menciptakan langit sebesar itu, atau menciptakan manusia dengan begitu banyak talenta dan bumi datar dari benda cair.

Semua petunjuk ini dilakukan agar hati nurani mereka mencegah mereka dari kesesatan, namun kita melihat bahwa sebagian besar manusia pada zaman Nuh binasa karena tidak berimannya mereka. (HRY)

captcha